Kisah Hidup Nabi Nuh A.S. (Bahagian 2)
Syaikh Syihab al-Hijazi pernah menceritakan: "Kami, sebanyak 11 rombongan, keluar dari Masjid Jami’ al-Azhar dengan membawa keldai dan tali-tali panjang yang diletakkan di atasnya. Sesampai kami di sebuah kota besar, tempat tujuan, kami berdiri di atas perigi. Di situ ada seseorang yang berani dengan segera membuka bajunya. Lalu kami ikat perutnya dengan tali yang kami bawa tadi. Ia pun masuk ke dalam perigi dengan tali yang terikat. Setelah turun ke bawah, ternyata tali sudah habis sedangkan dasar perigi belum terjangkau. Sehingga serban-serban yang kami pakai digunakan pula untuk
menyambung tali-tali tadi. Namun, di tengah-tengah perigi sambungan serban dan tali itu tiba-tiba terputus sehingga terjatuhlah orang itu ke dasar perigi. Kami tak lagi mendapat khabar mengenai orang yang di dalam perigi itu. Sampai akhirnya kami beserta rombongan memutuskan untuk pulang dan meninggalkannya dengan penuh ketakutan dan penyesalan. Lalu kami memasuki kota dengan menyamar sehingga tidak ada yang mengenali kami. Di kemudian hari, seminggu setelah kehilangannya, kami pergi menuju masjid jami’.
Kami tersentak dan terkejut, kerana tiba-tiba kami bertemu dengan orang yang terjatuh dalam perigi itu. Orang itu masuk menemui kami dengan keadaan yang sangat lemah. Sesampainya di depan pintu masjid, ia menghampiri kami dan langsung terjatuh dan pengsan. Disaat ia tersedar dari pengsannya, kami memintanya untuk menceritakan kejadian yang telah menimpanya beberapa hari lalu dalam perigi. Lelaki itu pun memulakan ceritanya:"
"Setelah aku terjatuh ke dasar perigi, aku melihat ada satu makhluk halus yang menaiki aku. Ia memberiku sejenis barang yang lembut.
Kemudian kubakar barang itu dengan kayu bakar, pada lilin. Kemudian aku berjalan
dengan lilin itu. Kutemukan di dalamnya sesuatu yang banyak, kotoran kelelawar dan lainnya. Aku juga melihat jasad-jasad yang memiliki postur tubuh sangat besar dan tinggi. Semua jasad itu berdiri tegak menggunakan tongkat. Kudekati salah satu jasad itu, kusentuh dan kugerak-gerakkan. Seketika hancurlah jasad itu. Lalu kuambil tongkat itu dari tangannya dan kubawa untuk berjalan. Tiba-tiba aku tersentak dan terkejut. Kulihat ada pintu dan juga sebuah teres. Aku terus berjalan menuju teres depan itu, rasa takut dan gemetar semakin menyelubungi aku. Di teres itu aku temukan banyak tulang-belulang yang telah hancur serta tengkorak-tengkorak kepala yang besarnya sebesar tembikai.
Kemudian kuteruskan berjalan dengan penuh ketakutan, tiba-tiba kulihat ada satu makhluk berjalan di depanku. Tubuhku semakin gemetar tak keruan. Aku bergumam dalam hati: "Makhluk apakah itu"?Kutoleh perlahan, ternyata seekor musang. Akhirnya aku berjalan mengikuti langkah haiwan itu hingga keluar dari lubang. Dan kulihat ada seberkas sinar dunia. Rasa membuak-buak ingin segera keluar dari ruangan gelap itu semakin tak terbendung lagi. Tapi apalah dayaku tak mampu melakukannya". "Kemudian kugali lubang itu dengan tongkat yang ada di tanganku. Menjadi longgarlah lubang itu sedikit demi sedikit dan akhirnya aku dapat keluar dari tempat yang mengerikan itu. Tatkala kumenyedari bahawa aku telah berada di permukaan bumi, maka terjatuhlah aku sehingga membuatku tak sedarkan diri. Aku tak tahu , ada di belahan bumi manakah aku.
Tiba-tiba aku melihat sosok manusia di hadapanku dan ia berkata: “Berdirilah wahai pemuda, kerana rombonganmu telah pergi dan meninggalkanmu".
Kutanyakan: “Di manakah aku?”
Dijawab: “Kamu sekarang berada di padang pasir kota Fayyum.”
Akhirnya aku berdiri dan ikut dengan rombongan lelaki tadi. Rupa-rupanya ketika aku keluar dari lubang tadi, aku menemukan emas yang sangat bermutu yang menempel di tongkat yang kubawa. Dan setelah aku sedar semula, tongkat itu telah ghaib dari genggamanku. Begitu juga dengan lubang yang aku lihat tadi, tiba-tiba turut lenyap dan ghaib dari hadapanku. Aku menjadi bingung, tiba-tiba aku mendengar ada suara berseru: "Janganlah kau berharap tongkat itu akan kembali lagi padamu". Lalu kuikutilah rombongan tersebut sehingga aku dapat masuk semula ke kota ini.”
Abu Raihan al-Beiruti dalam kitabnya al-Atsar al-Baqiyah min Qurun al-Khaliyah mengatakan: “Sesungguhnya bangunan besar sebelah timur itu di dalamnya terdapat sebuah berhala yang di perbuat dari marjan putih dan hitam, mempunyai dua mata yang terbuka dan bersinar. Berhala itu duduk di atas kerusi yang di perbuat dari emas dan tangannya membawa tongkat. Ketika ada salah seorang yang menghampiri maka berhala itu akan mengeluarkan suara yang sangat kuat. Sehingga keluarlah orang yang menghampiri tadi dan menjauh dari tempat itu. Tapi meskipun telah menjauh, suara berhala itu akan terus mengejar dan mengikuti orang itu sampai orang itu mati.
Sedangkan bangunan yang berada di sebelah barat itu juga terdapat sebuah berhala yang di perbuat dari batu shawwan. Berhala itu juga duduk di atas kerusi yang dibuat dari emas. Di kepalanya ada seakan-akan ular yang melingkari lehernya. Ketika ada salah seorang yang menghampiri maka ular itu akan melompat dan melilit pada leher orang tersebut sampai orang itu mati. Dan kemudian ular itu akan kembali pada tempatnya semula. Kemudian pada bangunan kecil yang dihias dengan batu shawwan, di sana juga terdapat berhala yang di perbuat dari bukhti. Siapapun yang melihat berhala itu maka berhala itu akan menyedut orang tersebut sehingga tidak terlepas dan matilah orang itu di sana.”
Kemudian kuteruskan berjalan dengan penuh ketakutan, tiba-tiba kulihat ada satu makhluk berjalan di depanku. Tubuhku semakin gemetar tak keruan. Aku bergumam dalam hati: "Makhluk apakah itu"?Kutoleh perlahan, ternyata seekor musang. Akhirnya aku berjalan mengikuti langkah haiwan itu hingga keluar dari lubang. Dan kulihat ada seberkas sinar dunia. Rasa membuak-buak ingin segera keluar dari ruangan gelap itu semakin tak terbendung lagi. Tapi apalah dayaku tak mampu melakukannya". "Kemudian kugali lubang itu dengan tongkat yang ada di tanganku. Menjadi longgarlah lubang itu sedikit demi sedikit dan akhirnya aku dapat keluar dari tempat yang mengerikan itu. Tatkala kumenyedari bahawa aku telah berada di permukaan bumi, maka terjatuhlah aku sehingga membuatku tak sedarkan diri. Aku tak tahu , ada di belahan bumi manakah aku.
Tiba-tiba aku melihat sosok manusia di hadapanku dan ia berkata: “Berdirilah wahai pemuda, kerana rombonganmu telah pergi dan meninggalkanmu".
Kutanyakan: “Di manakah aku?”
Dijawab: “Kamu sekarang berada di padang pasir kota Fayyum.”
Akhirnya aku berdiri dan ikut dengan rombongan lelaki tadi. Rupa-rupanya ketika aku keluar dari lubang tadi, aku menemukan emas yang sangat bermutu yang menempel di tongkat yang kubawa. Dan setelah aku sedar semula, tongkat itu telah ghaib dari genggamanku. Begitu juga dengan lubang yang aku lihat tadi, tiba-tiba turut lenyap dan ghaib dari hadapanku. Aku menjadi bingung, tiba-tiba aku mendengar ada suara berseru: "Janganlah kau berharap tongkat itu akan kembali lagi padamu". Lalu kuikutilah rombongan tersebut sehingga aku dapat masuk semula ke kota ini.”
Abu Raihan al-Beiruti dalam kitabnya al-Atsar al-Baqiyah min Qurun al-Khaliyah mengatakan: “Sesungguhnya bangunan besar sebelah timur itu di dalamnya terdapat sebuah berhala yang di perbuat dari marjan putih dan hitam, mempunyai dua mata yang terbuka dan bersinar. Berhala itu duduk di atas kerusi yang di perbuat dari emas dan tangannya membawa tongkat. Ketika ada salah seorang yang menghampiri maka berhala itu akan mengeluarkan suara yang sangat kuat. Sehingga keluarlah orang yang menghampiri tadi dan menjauh dari tempat itu. Tapi meskipun telah menjauh, suara berhala itu akan terus mengejar dan mengikuti orang itu sampai orang itu mati.
Sedangkan bangunan yang berada di sebelah barat itu juga terdapat sebuah berhala yang di perbuat dari batu shawwan. Berhala itu juga duduk di atas kerusi yang dibuat dari emas. Di kepalanya ada seakan-akan ular yang melingkari lehernya. Ketika ada salah seorang yang menghampiri maka ular itu akan melompat dan melilit pada leher orang tersebut sampai orang itu mati. Dan kemudian ular itu akan kembali pada tempatnya semula. Kemudian pada bangunan kecil yang dihias dengan batu shawwan, di sana juga terdapat berhala yang di perbuat dari bukhti. Siapapun yang melihat berhala itu maka berhala itu akan menyedut orang tersebut sehingga tidak terlepas dan matilah orang itu di sana.”
Bangunan Kuno Raja Suraid
Imam al-Mas’udi kembali menceritakan: “Ketika Raja Suraid telah selesai membangun kota tersebut maka ia meberi kuasa kepada segolongan arwah-arwah. Kemudian
disembelihlah haiwan-haiwan korban untuknya dengan tujuan menolak siapapun yang ingin merosak atau berbuat jahat dengan bangunan itu. Setelah itu kota bahagian timur diserahkan Raja Suraid kepada anak kecil tampan, putih kulitnya, bertelanjang dan bergigi besar serta tajam. Sedangkan kota bahagian barat diserahkan kepada seorang wanita yang juga telanjang yang memperlihatkan kemaluannya. Wanita itu tertawa terbahak-bahak di hadapan manusia sehingga manusia tergoda untuk mendekati wanita tersebut. Setelah didekati maka wanita tersebut menjatuhkan tubuhnya sehingga manusia tersebut kehilangan akalnya/gila.
Adapun kota kecil yang berwarna-warni dijaga oleh seseorang yang tangannya selalu memegang dupa dan memakai pakaian pendeta serta selalu membakar dupa di kiri-kanan bangunan itu. Dan segerombolan orang dari tanah Jibrah menjelaskan: “Sesungguhnya penduduk Jibrah seringkali melihat penjaga tersebut yang selalu berjalan mengelilingi kota itu disaat terik matahari dan diwaktu terbenamnya matahari. Ketika mereka mendekatinya maka penjaga itu menghilang dan ketika mereka menjauh maka ia menampakkan dirinya semula dari kejauhan”.
Muhammad bin Abdul Karim menjelaskan bahwa di salah satu bangunan timur dan barat itu terdapat kuburan Akhi Daimun dan Hurmus. Keduanya adalah perwira dari Bangsa Yunani.
Kuburan Akhi Daimun dibangun lebih dahulu daripada kuburan Hurmus. Para penduduk Shab-iah dari berbagai pelusuk ramai-ramai berziarah ke sana dengan membawa harta yang banyak untuk menunaikan nadzar mereka. Di belakang bangunan itu jika dilihat dari wilayah barat maka akan ditemukan 400 kota yang ramai tanpa desa".
Kembali Imam Abul Hasan al-Mas’udi menjelaskan dalam kitabnya Muruj adz-Dzahab:
“Setelah selesai membina bangunan itu maka Raja Suraid menghiasinya dengan sutera berwarna-warni dari atas sampai ke bawah. Dan ia menjadikan tempat ini sebagai hari raya yang dihadiri oleh para pembesar dari kotanya. Di tepi bangunan itu tertulis: “Ini adalah bangunan Suraid bin Syahluq". Ia membinanya selama 60 tahun. Siapapun yang ingin menghancurkan bangunan itu, maka diperlukan waktu 600 tahun. Pada umumnya membinasakan itu lebih mudah daripada membina. Dan cerita ini adalah yang benar.”
Dikatakan bahwa tatkala Khalifah al-Ma’mun membuka pintu pada bangunan yang besar itu maka ditemukan sebongkah batu marjan berbentuk papan yang di dalamnya terdapat tulisan dari goresan pena kuno “Ini adalah bangunan Suraid…”
Ketika Banjir Besar Datang Menyapa
disembelihlah haiwan-haiwan korban untuknya dengan tujuan menolak siapapun yang ingin merosak atau berbuat jahat dengan bangunan itu. Setelah itu kota bahagian timur diserahkan Raja Suraid kepada anak kecil tampan, putih kulitnya, bertelanjang dan bergigi besar serta tajam. Sedangkan kota bahagian barat diserahkan kepada seorang wanita yang juga telanjang yang memperlihatkan kemaluannya. Wanita itu tertawa terbahak-bahak di hadapan manusia sehingga manusia tergoda untuk mendekati wanita tersebut. Setelah didekati maka wanita tersebut menjatuhkan tubuhnya sehingga manusia tersebut kehilangan akalnya/gila.
Adapun kota kecil yang berwarna-warni dijaga oleh seseorang yang tangannya selalu memegang dupa dan memakai pakaian pendeta serta selalu membakar dupa di kiri-kanan bangunan itu. Dan segerombolan orang dari tanah Jibrah menjelaskan: “Sesungguhnya penduduk Jibrah seringkali melihat penjaga tersebut yang selalu berjalan mengelilingi kota itu disaat terik matahari dan diwaktu terbenamnya matahari. Ketika mereka mendekatinya maka penjaga itu menghilang dan ketika mereka menjauh maka ia menampakkan dirinya semula dari kejauhan”.
Muhammad bin Abdul Karim menjelaskan bahwa di salah satu bangunan timur dan barat itu terdapat kuburan Akhi Daimun dan Hurmus. Keduanya adalah perwira dari Bangsa Yunani.
Kuburan Akhi Daimun dibangun lebih dahulu daripada kuburan Hurmus. Para penduduk Shab-iah dari berbagai pelusuk ramai-ramai berziarah ke sana dengan membawa harta yang banyak untuk menunaikan nadzar mereka. Di belakang bangunan itu jika dilihat dari wilayah barat maka akan ditemukan 400 kota yang ramai tanpa desa".
Kembali Imam Abul Hasan al-Mas’udi menjelaskan dalam kitabnya Muruj adz-Dzahab:
“Setelah selesai membina bangunan itu maka Raja Suraid menghiasinya dengan sutera berwarna-warni dari atas sampai ke bawah. Dan ia menjadikan tempat ini sebagai hari raya yang dihadiri oleh para pembesar dari kotanya. Di tepi bangunan itu tertulis: “Ini adalah bangunan Suraid bin Syahluq". Ia membinanya selama 60 tahun. Siapapun yang ingin menghancurkan bangunan itu, maka diperlukan waktu 600 tahun. Pada umumnya membinasakan itu lebih mudah daripada membina. Dan cerita ini adalah yang benar.”
Dikatakan bahwa tatkala Khalifah al-Ma’mun membuka pintu pada bangunan yang besar itu maka ditemukan sebongkah batu marjan berbentuk papan yang di dalamnya terdapat tulisan dari goresan pena kuno “Ini adalah bangunan Suraid…”
Ketika Banjir Besar Datang Menyapa
Kemudian Allah Swt. mewahyukan: “Hai Nuh, jika tempat pembakaran dari rumah anakmu yang bernama Sam itu memancarkan air maka naiklah ke atas perahu”. Sam adalah anak paling tua Nabi Nuh As. Saat itu Sam berusia 300 tahun dan menikahi wanita bernama Rahmah. Akhirnya Nabi Nuh As. datang ke rumah Sam: “Wahai Rahmah, sungguh awal terjadi datangnya banjir taufan itu dari tempat pembakaran ini, tempat yang kau gunakan untuk memasak roti. Jika kamu melihat pembakaran ini memancarkan air maka segeralah kamu lari dan memberitahuku.”
Dikatakan bahawa sesungguhnya tempat pembakaran itu adalah dari hajar aswad. Tepat pada hari Jum’at, 10 Rajab, Siti Rahmah sedang memasak roti di tempat itu. Disaat memasak roti yang terakhir tiba-tiba terpancarlah air. Sebagaimana firman Allah Swt. QS. Hud ayat 40:
Dikatakan bahawa sesungguhnya tempat pembakaran itu adalah dari hajar aswad. Tepat pada hari Jum’at, 10 Rajab, Siti Rahmah sedang memasak roti di tempat itu. Disaat memasak roti yang terakhir tiba-tiba terpancarlah air. Sebagaimana firman Allah Swt. QS. Hud ayat 40:
Allah SWT berfirman:
حَتّٰۤى اِذَا جَآءَ اَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّوْرُ ۙ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَاَهْلَكَ اِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ اٰمَنَ ۗ وَمَاۤ اٰمَنَ مَعَهٗۤ اِلَّا قَلِيْلٌ "
(Nabi Nuh terus bekerja) sehingga apabila datang hukum Kami untuk membinasakan mereka dan air memancut-mancut dari muka bumi (yang menandakan kedatangan taufan), Kami berfirman kepada Nabi Nuh: Bawalah dalam bahtera itu dua dari tiap-tiap sejenis haiwan (jantan dan betina), dan bawalah ahlimu kecuali orang yang telah ditetapkan hukuman azab atasnya (disebabkan kekufurannya), juga bawalah orang-orang beriman. Dan tidak ada orang-orang yang beriman yang turut bersama-samanya, melainkan sedikit sahaja."
(QS. Hud 11: Ayat 40)
Disaat Siti Rahmah melihat kejadian itu, ia pun langsung menjerit: “Allahu Akbar! Telah datang adzab dari Allah dan dan sungguh benar apa yang disampaikan Nabi Allah Nuh.” Kemudian Siti Rahmah bergegas lari dan memberitahukan Nabi Nuh As. tentang pancaran air di tempat pembakaran (dapur) itu. Lalu Nabi Nuh As. hanya berucap: “La Haula Wala Quwwata Illa Billahil ‘Aliyyil ‘Adzim.” Sebelumnya Nabi Nuh As. telah mempersiapkan bekal yang diperlukan nanti semasa didalam perahu, sampai makanan ternak dan burung pun telah dipersiapkan. Maka tatkala Siti Rahmah menkhabarkan kepadanya atas kejadian pancaran air itu, bergegaslah Nabi Nuh As. mendatangi rumah Sam dan dilihatnya air sudah memenuhi ruangan depan rumah dan telah melepasi pintu bagai sungai yang besar.
Akhirnya dengan segera Nabi Nuh As. menuju perahu dan berseru: “Wahai kaumku, selamatkan diri kalian, selamatkan diri kalian! Ayuh cepat naik keatas perahu.” Selama dakwahnya, Nabi Nuh As. hanya berhasil memiliki pengikut 40 lelaki dan 40 perempuan (merekalah yang turut serta dalam perahu). Kemudian Nabi Nuh As. berkata kepada putranya yang lain yang bernama Kan’an:
وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِ ۗ وَنَادٰى نُوْحُ اِبْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ قَالَ سَاٰوِيْۤ اِلٰى جَبَلٍ يَّعْصِمُنِيْ مِنَ الْمَآءِ ۗ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ اِلَّا مَنْ رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ
“Hai anakku, naiklah (ke perahu) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang mampu melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud ayat 42-43).
Sungguh Allah telah memberitahukan bahawa Kan’an bukan termasuk orang yang shaleh. Wahb bin Munabbih mengatakan bahawa Kan’an bin Nuh tenggelam sebelum ia sampai ke gunung. Ibnu Abbas Ra. berkata: “Saat pembakaran itu memancarkan air maka pintu-pintu langit terbuka dengan simbahan hujan tanpa mendung, dunia menjadi gelap gulita, Malaikat Ghadha mengepakkan sayapnya di permukaan matahari, dan langit pun berkata: “Andai saja Allah tidak memberikan batas nescaya akan tembus hingga lapis bumi ke tujuh.” Saat kejadian itu jika ada seorang lelaki yang berjalan maka bekas pijaknya akan memancarkan air. Wanita yang sedang berdiri di rumahnya pun akan melihat pancaran air bergelombang di bawah kakinya. Dan meratalah air memancar di seluruh permukaan bumi.”
Disaat air memancar di Kota Amsus, tempat kerajaan Suraid, terdengarlah jeritan alam. Maka sang raja beserta para pembesarnya naik ke atas gunung yang tinggi untuk melihat keadaan manusia. Ia pun bertanya-tanya dari manakah sumber air ini datang namun tak ditemukan jawabannya, tak terkecuali air memancar deras dari bekas tapak kudanya. Lalu ia kembali ke pemukimannya, pun yang ia jumpai hanya air berombak yang besar seperti gunung. Dan tiada lagi sesuatu yang tersisa di atas permukaan bumi. Wahb bin Munabbih mengatakan bahawa tempat awal terjadinya bencana banjir taufan adalah dari Kota Kufah, sebab di situlah keberadaan tempat pembakaran (dapur Siti Rahmah) yang memancarkan air. Adapun Nabi Nuh As. beserta kaumnya telah menaiki perahu.
Sedangkan tatkala ‘Auj bin ‘Anuq (manusia raksasa yang membawa kayu-kayu jati perahu Nabi Nuh As.) melihat bencana ini maka segeralah ia menuju perahu dan meletakkan tangannya di perahu. Lalu Nabi Nuh As. berkata kepadanya: “Apa yang kau inginkan wahai musuh Allah?”
‘Auj menjawab: “Saya takkan menyakitimu wahai Nabi Allah. Izinkanlah kuberjalan bersama perahu ini ke mana pun berlayar. Maka tanganku turut berpegangan di perahu ini dan saya merasa aman dari merasa cemas. Aku pun mendengar tasbihnya para malaikat.”
Kemudian Allah Swt. mewahyukan pada Nabi Nuh As.: “Janganlah engkau takut pada
‘Auj. Biarlah ia ikut berjalan bersama perahu ke mana pun ia akan berlayar.” Kemudian Nabi Nuh As. mengunci pintu-pintu perahu dan berkata:
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰٟىهَا وَمُرْسٰٮهَا ۗ اِنَّ رَبِّيْ لَـغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut Nama Allah diwaktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Hud ayat 41).
Maka perahu itu pun berlayar bersama mereka melalui ombak-ombak yang besar bagai gunung. Allah Swt. berfirman:
اِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَآءُ حَمَلْنٰكُمْ فِى الْجَارِيَةِ
“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek
moyang) kamu ke dalam bahtera.” (QS. al-Haqqah ayat 11).
Maka berkelilinglah perahu itu bersama Nabi Nuh As. dari hujung timur sampai hujung barat. Di sekeliling perahu itu dipenuhi dengan para malaikat berjumlah seribu sebagai tugas menjaganya dari adzab yang akan diturunkan.
حَتّٰۤى اِذَا جَآءَ اَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّوْرُ ۙ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَاَهْلَكَ اِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ اٰمَنَ ۗ وَمَاۤ اٰمَنَ مَعَهٗۤ اِلَّا قَلِيْلٌ "
(Nabi Nuh terus bekerja) sehingga apabila datang hukum Kami untuk membinasakan mereka dan air memancut-mancut dari muka bumi (yang menandakan kedatangan taufan), Kami berfirman kepada Nabi Nuh: Bawalah dalam bahtera itu dua dari tiap-tiap sejenis haiwan (jantan dan betina), dan bawalah ahlimu kecuali orang yang telah ditetapkan hukuman azab atasnya (disebabkan kekufurannya), juga bawalah orang-orang beriman. Dan tidak ada orang-orang yang beriman yang turut bersama-samanya, melainkan sedikit sahaja."
(QS. Hud 11: Ayat 40)
Disaat Siti Rahmah melihat kejadian itu, ia pun langsung menjerit: “Allahu Akbar! Telah datang adzab dari Allah dan dan sungguh benar apa yang disampaikan Nabi Allah Nuh.” Kemudian Siti Rahmah bergegas lari dan memberitahukan Nabi Nuh As. tentang pancaran air di tempat pembakaran (dapur) itu. Lalu Nabi Nuh As. hanya berucap: “La Haula Wala Quwwata Illa Billahil ‘Aliyyil ‘Adzim.” Sebelumnya Nabi Nuh As. telah mempersiapkan bekal yang diperlukan nanti semasa didalam perahu, sampai makanan ternak dan burung pun telah dipersiapkan. Maka tatkala Siti Rahmah menkhabarkan kepadanya atas kejadian pancaran air itu, bergegaslah Nabi Nuh As. mendatangi rumah Sam dan dilihatnya air sudah memenuhi ruangan depan rumah dan telah melepasi pintu bagai sungai yang besar.
Akhirnya dengan segera Nabi Nuh As. menuju perahu dan berseru: “Wahai kaumku, selamatkan diri kalian, selamatkan diri kalian! Ayuh cepat naik keatas perahu.” Selama dakwahnya, Nabi Nuh As. hanya berhasil memiliki pengikut 40 lelaki dan 40 perempuan (merekalah yang turut serta dalam perahu). Kemudian Nabi Nuh As. berkata kepada putranya yang lain yang bernama Kan’an:
وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِ ۗ وَنَادٰى نُوْحُ اِبْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ قَالَ سَاٰوِيْۤ اِلٰى جَبَلٍ يَّعْصِمُنِيْ مِنَ الْمَآءِ ۗ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ اِلَّا مَنْ رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ
“Hai anakku, naiklah (ke perahu) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang mampu melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud ayat 42-43).
Sungguh Allah telah memberitahukan bahawa Kan’an bukan termasuk orang yang shaleh. Wahb bin Munabbih mengatakan bahawa Kan’an bin Nuh tenggelam sebelum ia sampai ke gunung. Ibnu Abbas Ra. berkata: “Saat pembakaran itu memancarkan air maka pintu-pintu langit terbuka dengan simbahan hujan tanpa mendung, dunia menjadi gelap gulita, Malaikat Ghadha mengepakkan sayapnya di permukaan matahari, dan langit pun berkata: “Andai saja Allah tidak memberikan batas nescaya akan tembus hingga lapis bumi ke tujuh.” Saat kejadian itu jika ada seorang lelaki yang berjalan maka bekas pijaknya akan memancarkan air. Wanita yang sedang berdiri di rumahnya pun akan melihat pancaran air bergelombang di bawah kakinya. Dan meratalah air memancar di seluruh permukaan bumi.”
Disaat air memancar di Kota Amsus, tempat kerajaan Suraid, terdengarlah jeritan alam. Maka sang raja beserta para pembesarnya naik ke atas gunung yang tinggi untuk melihat keadaan manusia. Ia pun bertanya-tanya dari manakah sumber air ini datang namun tak ditemukan jawabannya, tak terkecuali air memancar deras dari bekas tapak kudanya. Lalu ia kembali ke pemukimannya, pun yang ia jumpai hanya air berombak yang besar seperti gunung. Dan tiada lagi sesuatu yang tersisa di atas permukaan bumi. Wahb bin Munabbih mengatakan bahawa tempat awal terjadinya bencana banjir taufan adalah dari Kota Kufah, sebab di situlah keberadaan tempat pembakaran (dapur Siti Rahmah) yang memancarkan air. Adapun Nabi Nuh As. beserta kaumnya telah menaiki perahu.
Sedangkan tatkala ‘Auj bin ‘Anuq (manusia raksasa yang membawa kayu-kayu jati perahu Nabi Nuh As.) melihat bencana ini maka segeralah ia menuju perahu dan meletakkan tangannya di perahu. Lalu Nabi Nuh As. berkata kepadanya: “Apa yang kau inginkan wahai musuh Allah?”
‘Auj menjawab: “Saya takkan menyakitimu wahai Nabi Allah. Izinkanlah kuberjalan bersama perahu ini ke mana pun berlayar. Maka tanganku turut berpegangan di perahu ini dan saya merasa aman dari merasa cemas. Aku pun mendengar tasbihnya para malaikat.”
Kemudian Allah Swt. mewahyukan pada Nabi Nuh As.: “Janganlah engkau takut pada
‘Auj. Biarlah ia ikut berjalan bersama perahu ke mana pun ia akan berlayar.” Kemudian Nabi Nuh As. mengunci pintu-pintu perahu dan berkata:
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰٟىهَا وَمُرْسٰٮهَا ۗ اِنَّ رَبِّيْ لَـغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut Nama Allah diwaktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Hud ayat 41).
Maka perahu itu pun berlayar bersama mereka melalui ombak-ombak yang besar bagai gunung. Allah Swt. berfirman:
اِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَآءُ حَمَلْنٰكُمْ فِى الْجَارِيَةِ
“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek
moyang) kamu ke dalam bahtera.” (QS. al-Haqqah ayat 11).
Banjir Besar Nabi Nuh As. Meratakan Seluruh Penjuru Bumi
Diceritakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. tatkala mengutus taufan maka Allah Swt.
mengangkat Baitul Makmur, yang dibuat dari mutiara merah, yang telah diturunkanNya ke bumi pada zaman Nabi Adam As. Ketika air telah naik maka Allah Swt. mengangkatnya ke langit. Baitul Makmur disebut juga dengan “al-‘Atiq” kerana sangat antik, menyelamatkan dari adzab taufan. Tatkala perahu berlayar sampai ke Ka'bah, ia pun mengelilinginya sehingga 7 kali. Sehingga sampailah perahu itu di Baitul Maqdis untuk mengunjunginya. Tidaklah perahu itu berjalan ke suatu tempat kecuali ia akan menjelaskan kepada Nabi Nuh As.: “Wahai Nuh, ini adalah tempat ini… dan ini adalah tempat ini…”
Maka berkelilinglah perahu itu bersama Nabi Nuh As. dari hujung timur sampai hujung barat. Di sekeliling perahu itu dipenuhi dengan para malaikat berjumlah seribu sebagai tugas menjaganya dari adzab yang akan diturunkan.
Perahu itu berlayar di atas permukaan air bagaikan berjalannya purnama di cakrawala.
Setiap detiknya air selalu naik di atas puncak gunung setinggi 40 dzira’. Air meratakan bumi dan gunung-gunung. Tiada satu pun makhluk bernyawa di bumi ini yang tersisa kecuali para
penghuni perahu itu dan ‘Auj bin ‘Anuq si manusia raksasa. Dan tidak ada pula kota dan desa kecuali semuanya hancur. Tidak ada pula bekas-bekas bangunan yang tersisa kecuali bangunan Raja Suraid dan al-Barabi, kerana keduanya merupakan bangunan yang sangat kukuh.
Gambaran Dahsyatnya Kepayahan Manusia Saat Menghadapi Banjir Besar
Terdapat cerita yang jarang didengar dari ats-Tsa’labi bahawa tatkala terjadinya banjir taufan ada seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil. Dan semasa itu tidak ada anak kecil kecuali anak kecil itu. Ketika air telah naik, ia menggendong anak itu di bahunya. Kemudian ia berenang, berlari dan naik ke atas gunung demi menyelamatkan anaknya dari banjir taufan. Ketika air semakin naik, ia meletakkan anaknya di bahunya. Dan ketika air sudah sampai di mulut, maka ia pun mengangkat tinggi-tinggi anaknya di atas kepalanya. Dan ketika air telah
menenggelamkannya, maka diletaknyalah anaknya itu di bawah kakinya. Ia berpijak pada anaknya itu agar ia dapat bernafas dan selamat dari banjir. Setelah itu tenggelamlah keduanya.
Kemudian Allah Swt. mewahyukan kepada Nabi Nuh As.: “Andai Kukasihi salah satu kaummu (yang durhaka) nescaya akan Kuselamatkan wanita itu beserta anaknya.”
Dan kejadian ini hanyalah sebagai contoh (gambaran betapa dahsyatnya keadaan saat itu). Dikatakan bahwa kebanyakan manusia saat itu meletakkan anaknya di bawah tapak kaki mereka agar dapat dijadikan sebagai tempat berpijak.
Kemudian Allah Swt. mewahyukan kepada Nabi Nuh As.: “Andai Kukasihi salah satu kaummu (yang durhaka) nescaya akan Kuselamatkan wanita itu beserta anaknya.”
Dan kejadian ini hanyalah sebagai contoh (gambaran betapa dahsyatnya keadaan saat itu). Dikatakan bahwa kebanyakan manusia saat itu meletakkan anaknya di bawah tapak kaki mereka agar dapat dijadikan sebagai tempat berpijak.
Lamanya Baanjir Besar Pada Masa Nabi Nuh As.
Imam al-Kisai berkata: “Mengenai berapa lama masa banjir (di zaman Nabi Nuh As.) di bumi ini para ulama berbeza pendapat. Sebahagian ulama mengatakan bahawa banjir itu bergenang di atas bumi selama 6 bulan. Sebahagian lagi berpendapat 150 hari (5 bulan).”
Pendaratan Perahu Nabi Nuh As.
Setelah itu Allah Swt. memerintahkan kepada bumi dan langit, sebagaimana firmanNya dalam QS. Hud ayat 44:
وَقِيْلَ يٰۤاَرْضُ ابْلَعِيْ مَآءَكِ وَيٰسَمَآءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّـلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ
“Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah.” Dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi. Dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim".
Bukit Judi adalah bukit yang letaknya berdekatan dengan tanah Mushal. Perahu itu berlabuh di bukit itu. Imam ats-Tsa’labi berkata: “Perahu itu berlabuh pada hari Asyura, yaitu pada 10 Muharram. Kemudian berpuasalah Nabi Nuh As. di hari itu sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt. Dan Nabi Nuh As. juga memerintahkan semua penumpang untuk ikut berpuasa sebagai tanda syukur atas kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah Swt. kepada mereka. Diceritakan bahawa haiwan-haiwan, burung-burung, binatang ternak, hewan liar, semuanya juga turut melakukan puasa. Kemudian Nabi Nuh As. mengeluarkan semua bekal yang dibawanya. Lalu beliau bahagikan menjadi 7 bahagian; pala, kacang soya, kacang tanah, kacang hijau, gandum, jagung dan padi. Semuanya dicampur dan dimasak jadi satu. Maka jadilah campuran Palawija (Bubur Sura), menjadi kesukaaan Nabi Nuh As.
Kemudian semua penumpang yang ada di dalam perahu itu turut mengumandangkan takbir. Ketika itu para penumpang tidak mampu melihat matahari dengan mata secara langsung, diadukanlah hal itu kepada Nabi Nuh tentang apa yang telah menimpa mereka. Mereka berkata: “Mata-mata kami tidak mampu menghadapi sinar matahari.” Akhirnya Nabi Nuh As. memerintahkan mereka untuk bercelak dengan batu “itsmid” agar mereka mampu dan kuat melihat sinar matahari. Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang bercelak pada hari Asyura maka orang itu tidak akan buta pada tahun itu".
Setelah Nabi Nuh As. membuka semua pintu perahu maka terpancarlah sinar matahari ke
dalam perahu. Sehingga burung-burung pun dapat mengepakkan sayapnya. Dan semua haiwan serta pepohonan dapat menggerak-gerakkan tubuhnya. Sedangkan ‘Auj bin ‘Anuq tatakala mengetahui bahawa perahu itu telah berlabuh, dengan segera ia pergi meninggalkan perahu itu dan berenang ke dalam air sesuka hatinya.
Kemudian Nabi Nuh As. ingin memastikan apakah air sudah surut atau belum di permukaan bumi, maka diutuslah seekor burung helang. Helang pun pergi mencari khabar apa yang dititahkan Nabi Nuh kepadanya. Di tengah perjalanannya itu helang melihat bangkai. Setelah itu ia memakan bangkai tersebut sehingga terlupalah akan tugas yang sedang dijalankannya. Nabi Nuh As. menunggunya sehingga 7 hari. Lalu Nabi Nuh As. pun memanggil helang itu. Namun didapatinya helang berjalan dengan tak tentu arah dan tak boleh diam dengan tetap pada satu tempat. Akhirnya Nabi Nuh As. berkata kepada burung-burung yang lain: “Siapakah diantara kalian yang boleh memberikan khabar kepadaku tentang keadaan air di muka bumi dan tidak melakukan seperti apa yang dilakukan helang?”
Akhirnya burung merpati yang bersuara: “Wahai Nabi Allah, saya lah yang akan membawakan khabar itu untukmu.”
Setelah itu terbanglah merpati itu dan ia kembali dengan membawa daun hijau di paruhnya. Ketika melihat daun itu Nabi Nuh As. berkata: “Sesungguhnya daun ini adalah sebagian dari daun-daun pokok zaitun.” Dengan melihat daun itu tahulah Nabi Nuh As. bahawa banjir belum surut dengan sempurna. Setelah itu Nabi Nuh As, menunggu beberapa hari lagi. Kemudian beliau menyuruh burung merpati itu lagi. Dengan segera ia langsung terbang dan setelah kembali kakinya penuh dengan lumpur yang berwarna merah. Kerana tanah yang pertama terlihat di bumi adalah Ka'bah, yang tanahnya memang merah, burung merpati itu tadi hinggap di sana dan menyapu tanah merah itu pada kedua kakinya. Maka Nabi Nuh As. mendoakan burung merpati itu: “Ya Allah, jadikanlah penuh keberkatan burung merpati-merpati ini untuk para burung yang lain juga dan perbanyaklah keturunan-keturunannya serta disukai oleh ramai orang.”
Perahu itu berada di atas Gunung Judi selama 40 hari sampai bumi menjadi kering dan tumbuhlah rumput-rumput di sekitar perahu itu. Lalu Allah mewahyukan pada Nabi Nuh:
قِيْلَ يٰـنُوْحُ اهْبِطْ بِسَلٰمٍ مِّنَّا وَبَرَكٰتٍ عَلَيْكَ وَعَلٰۤى اُمَمٍ مِّمَّنْ مَّعَكَ ۗ وَاُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Wahai Nuh , turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.” (QS. Hud ayat 48).
Kemudian Allah Swt. memerintahkan Nabi Nuh As. untuk melepas dan membebaskan semua yang ada di dalam perahu itu seperti sediakala. Lalu Allah Swt. memperlihatkan siang, malam, menerbitkan matahari, bulan dan bintang seperti sebelumnya. Dan kemudian diturunkanlah hujan rahmat, menggantikan air banjir taufan yang kotor menjadi air yang segar. Bergembiralah hati Nabi Nuh As. dengan kebahagiaan yang mengharapkan redha Allah Swt.
Nuh merasa hairan, maka datanglah Malaikat Jibril As. dan bertanya: “Wahai Nuh, apakah
engkau tahu apa sebenarnya putih-putih yang kamu lihat ini?”
Nabi Nuh As. malah balik bertanya: “Apakah ini?”
Malaikat Jibril As. menjawab: “Sesungguhnya warna putih-putih itu adalah tulang-belulang dari kaummu.”
Setelah mengetahui hal itu lalu Nabi Nuh As. mendengar suara-suara yang berderai-derai. Malaikat Jibril As. pun bertanya lagi: “Apakah kamu tahu suara apakah itu?” “Suara apakah itu?” Nabi Nuh bertanya balik.
Dijawab: “ Sesungguhnya ini adalah suara rantai-rantai yang digunakan untuk menyeret kaummu ke neraka.”
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Nuh ayat 25:
مِّمَّا خَطِيْٓئٰتِهِمْ اُغْرِقُوْا فَاُدْخِلُوْا نَارًا ۙ فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْصَارًا
"Disebabkan dosa-dosa dan kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan (dengan banjir dan taufan), kemudian (pada hari akhirat) dimasukkan ke dalam neraka; maka mereka tidak akan beroleh sebarang penolong yang lain dari Allah (yang dapat memberikan pertolongan)." (QS. Nuh 71: Ayat 25)
Dan diceritakan pula bahawa ketika Nabi Nuh As. keluar dari perahu, ia bersama 80 manusia. Setelah itu Nabi Nuh As. membangun sebuah desa dan meramaikannya. Desa itu diberi nama “Tsamanin”. Dan desa ini adalah desa pertama kali yang dibangun di permukaan bumi setelah terjadinya banjir besar (taufan). Setelah 80 orang itu menempati desa tersebut, maka Allah Swt. menurunkan kerosakan dan binasalah 80 orang itu secara serentak. Tidaklah ada yang tersisa kecuali Nabi Nuh As. dan 3 anak beliau; Sam, Ham dan Yafus, serta 3 orang menantu beliau. Jumlahnya menjadi 7 orang. Sebagaimana Allah Swt. Berfirman dalam QS. ash-Shaffat ayat 77:
“Dan Kami jadikan anak-cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.”
Sehingga semua yang ada di alam ini berawal dari Nabi Nuh As. Dan Nabi Nuh adalah Bapak manusia kedua setelah Nabi Adam As. Wahb bin Munabbih mengatakan: “Awal terjadinya banjir taufan adalah di bulan Rajab sampai akhir bulan Dzul Hijjah (6 bulan).”
Imam Abu Ma’syar berkata: “Jarak antara banjir taufan Nabi Nuh As. dengan taubatnya Nabi Adam As. adalah 2,240 tahun. Sedangkan jarak antara banjir taufan Nabi Nuh As. dengan hijrahnya Nabi Saw. adalah 3.774 tahun.”
وَقِيْلَ يٰۤاَرْضُ ابْلَعِيْ مَآءَكِ وَيٰسَمَآءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّـلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ
“Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah.” Dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi. Dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim".
Bukit Judi adalah bukit yang letaknya berdekatan dengan tanah Mushal. Perahu itu berlabuh di bukit itu. Imam ats-Tsa’labi berkata: “Perahu itu berlabuh pada hari Asyura, yaitu pada 10 Muharram. Kemudian berpuasalah Nabi Nuh As. di hari itu sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt. Dan Nabi Nuh As. juga memerintahkan semua penumpang untuk ikut berpuasa sebagai tanda syukur atas kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah Swt. kepada mereka. Diceritakan bahawa haiwan-haiwan, burung-burung, binatang ternak, hewan liar, semuanya juga turut melakukan puasa. Kemudian Nabi Nuh As. mengeluarkan semua bekal yang dibawanya. Lalu beliau bahagikan menjadi 7 bahagian; pala, kacang soya, kacang tanah, kacang hijau, gandum, jagung dan padi. Semuanya dicampur dan dimasak jadi satu. Maka jadilah campuran Palawija (Bubur Sura), menjadi kesukaaan Nabi Nuh As.
Celak “Itsmid” Saat Nabi Nuh As. Keluar dari Perahu
Kemudian Nabi Nuh As. membukakan pintu-pintu perahu. Dilihatnya sinar matahari dan awan, serta tampaklah busur-busur yang berwarna-warni (pelangi). Pelangi itu tidak pernah nampak sebelumnya kecuali pada hari itu, yaitu tanggal 10 Muharram (Hari Asyura). Dan pelangi itu sebagai tanda bahawa air semakin surut. Ketika Nabi Nuh As. melihat matahari dan pelangi, dengan segera ia bertakbir: “Allahu Akbar!”Kemudian semua penumpang yang ada di dalam perahu itu turut mengumandangkan takbir. Ketika itu para penumpang tidak mampu melihat matahari dengan mata secara langsung, diadukanlah hal itu kepada Nabi Nuh tentang apa yang telah menimpa mereka. Mereka berkata: “Mata-mata kami tidak mampu menghadapi sinar matahari.” Akhirnya Nabi Nuh As. memerintahkan mereka untuk bercelak dengan batu “itsmid” agar mereka mampu dan kuat melihat sinar matahari. Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang bercelak pada hari Asyura maka orang itu tidak akan buta pada tahun itu".
Setelah Nabi Nuh As. membuka semua pintu perahu maka terpancarlah sinar matahari ke
dalam perahu. Sehingga burung-burung pun dapat mengepakkan sayapnya. Dan semua haiwan serta pepohonan dapat menggerak-gerakkan tubuhnya. Sedangkan ‘Auj bin ‘Anuq tatakala mengetahui bahawa perahu itu telah berlabuh, dengan segera ia pergi meninggalkan perahu itu dan berenang ke dalam air sesuka hatinya.
Kehidupan Baru Sesudah Banjir Besar
Imam al-Kisai berkata: “Setelah banjir melanda selama 150 hari dan menjadi surut, gunung yang terlihat pertama kali adalah Gunung Abi Qubais di Ka'bah. Sehingga terlihatlah tempat Ka'bah yang memiliki tanah berwarna merah. Dan tak ada satupun desa yang terselamat kecuali Desa Naharwandi. Desa ini ditemukan di bawah air, keadaannya masih utuh seperti asal tidak ada yang hancur sama sekali. Begitu juga Desa al-Barabi di Sha-id. Konon desa ini yang membangun adalah Hurmus I. Di dalam bangunan itu Hurmus telah menyimpan berbagai ilmu, seperti ilmu perbintangan dan ilmu-ilmu kesaktian. Bangunan ini ditemukan dalam keadaan utuh .”Kemudian Nabi Nuh As. ingin memastikan apakah air sudah surut atau belum di permukaan bumi, maka diutuslah seekor burung helang. Helang pun pergi mencari khabar apa yang dititahkan Nabi Nuh kepadanya. Di tengah perjalanannya itu helang melihat bangkai. Setelah itu ia memakan bangkai tersebut sehingga terlupalah akan tugas yang sedang dijalankannya. Nabi Nuh As. menunggunya sehingga 7 hari. Lalu Nabi Nuh As. pun memanggil helang itu. Namun didapatinya helang berjalan dengan tak tentu arah dan tak boleh diam dengan tetap pada satu tempat. Akhirnya Nabi Nuh As. berkata kepada burung-burung yang lain: “Siapakah diantara kalian yang boleh memberikan khabar kepadaku tentang keadaan air di muka bumi dan tidak melakukan seperti apa yang dilakukan helang?”
Akhirnya burung merpati yang bersuara: “Wahai Nabi Allah, saya lah yang akan membawakan khabar itu untukmu.”
Setelah itu terbanglah merpati itu dan ia kembali dengan membawa daun hijau di paruhnya. Ketika melihat daun itu Nabi Nuh As. berkata: “Sesungguhnya daun ini adalah sebagian dari daun-daun pokok zaitun.” Dengan melihat daun itu tahulah Nabi Nuh As. bahawa banjir belum surut dengan sempurna. Setelah itu Nabi Nuh As, menunggu beberapa hari lagi. Kemudian beliau menyuruh burung merpati itu lagi. Dengan segera ia langsung terbang dan setelah kembali kakinya penuh dengan lumpur yang berwarna merah. Kerana tanah yang pertama terlihat di bumi adalah Ka'bah, yang tanahnya memang merah, burung merpati itu tadi hinggap di sana dan menyapu tanah merah itu pada kedua kakinya. Maka Nabi Nuh As. mendoakan burung merpati itu: “Ya Allah, jadikanlah penuh keberkatan burung merpati-merpati ini untuk para burung yang lain juga dan perbanyaklah keturunan-keturunannya serta disukai oleh ramai orang.”
Perahu itu berada di atas Gunung Judi selama 40 hari sampai bumi menjadi kering dan tumbuhlah rumput-rumput di sekitar perahu itu. Lalu Allah mewahyukan pada Nabi Nuh:
قِيْلَ يٰـنُوْحُ اهْبِطْ بِسَلٰمٍ مِّنَّا وَبَرَكٰتٍ عَلَيْكَ وَعَلٰۤى اُمَمٍ مِّمَّنْ مَّعَكَ ۗ وَاُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Wahai Nuh , turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.” (QS. Hud ayat 48).
Kemudian Allah Swt. memerintahkan Nabi Nuh As. untuk melepas dan membebaskan semua yang ada di dalam perahu itu seperti sediakala. Lalu Allah Swt. memperlihatkan siang, malam, menerbitkan matahari, bulan dan bintang seperti sebelumnya. Dan kemudian diturunkanlah hujan rahmat, menggantikan air banjir taufan yang kotor menjadi air yang segar. Bergembiralah hati Nabi Nuh As. dengan kebahagiaan yang mengharapkan redha Allah Swt.
Perubahan Keadaan Bumi Pasca Banjir Besar
Sewaktu Nabi Nuh As. keluar dari perahu, dilihatnya bumi ini menjadi serba putih. NabiNuh merasa hairan, maka datanglah Malaikat Jibril As. dan bertanya: “Wahai Nuh, apakah
engkau tahu apa sebenarnya putih-putih yang kamu lihat ini?”
Nabi Nuh As. malah balik bertanya: “Apakah ini?”
Malaikat Jibril As. menjawab: “Sesungguhnya warna putih-putih itu adalah tulang-belulang dari kaummu.”
Setelah mengetahui hal itu lalu Nabi Nuh As. mendengar suara-suara yang berderai-derai. Malaikat Jibril As. pun bertanya lagi: “Apakah kamu tahu suara apakah itu?” “Suara apakah itu?” Nabi Nuh bertanya balik.
Dijawab: “ Sesungguhnya ini adalah suara rantai-rantai yang digunakan untuk menyeret kaummu ke neraka.”
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Nuh ayat 25:
مِّمَّا خَطِيْٓئٰتِهِمْ اُغْرِقُوْا فَاُدْخِلُوْا نَارًا ۙ فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْصَارًا
"Disebabkan dosa-dosa dan kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan (dengan banjir dan taufan), kemudian (pada hari akhirat) dimasukkan ke dalam neraka; maka mereka tidak akan beroleh sebarang penolong yang lain dari Allah (yang dapat memberikan pertolongan)." (QS. Nuh 71: Ayat 25)
Dan diceritakan pula bahawa ketika Nabi Nuh As. keluar dari perahu, ia bersama 80 manusia. Setelah itu Nabi Nuh As. membangun sebuah desa dan meramaikannya. Desa itu diberi nama “Tsamanin”. Dan desa ini adalah desa pertama kali yang dibangun di permukaan bumi setelah terjadinya banjir besar (taufan). Setelah 80 orang itu menempati desa tersebut, maka Allah Swt. menurunkan kerosakan dan binasalah 80 orang itu secara serentak. Tidaklah ada yang tersisa kecuali Nabi Nuh As. dan 3 anak beliau; Sam, Ham dan Yafus, serta 3 orang menantu beliau. Jumlahnya menjadi 7 orang. Sebagaimana Allah Swt. Berfirman dalam QS. ash-Shaffat ayat 77:
“Dan Kami jadikan anak-cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.”
Sehingga semua yang ada di alam ini berawal dari Nabi Nuh As. Dan Nabi Nuh adalah Bapak manusia kedua setelah Nabi Adam As. Wahb bin Munabbih mengatakan: “Awal terjadinya banjir taufan adalah di bulan Rajab sampai akhir bulan Dzul Hijjah (6 bulan).”
Imam Abu Ma’syar berkata: “Jarak antara banjir taufan Nabi Nuh As. dengan taubatnya Nabi Adam As. adalah 2,240 tahun. Sedangkan jarak antara banjir taufan Nabi Nuh As. dengan hijrahnya Nabi Saw. adalah 3.774 tahun.”
Nabi Nuh As. Memulakan Hidup Baru dengan Menanam Pepohonan
Imam ats-Tsa’labi menjelaskan bahawa ketika Nabi Nuh As. telah menetap, maka Allah Swt. mewahyukan kepadanya agar menanam pepohonan. Nabi Nuh As. pun menjalankan perintah tersebut. Dan pokok pertama kali yang ditanam adalah pokok jati. Kemudian Nabi Nuh As. hendak menanam pohon anggur, namun beliau tidak menemukan pohon itu. Maka Nabi Nuh bertanya kepada putranya, Sam: “Wahai putraku, apakah kamu yang mengambil pokok anggur?” Sam menjawab: “Saya tidak tahu, Ayah.” Akhirnya turunlah Malaikat Jibril As. memberitahukan: “Wahai Nuh, sesungguhnya pokok anggur itu telah dicuri iblis.”
Lalu Nabi Nuh As. berkata kepada iblis: “Pulangkanlah kepadaku pokok anggur yang
telah kau curi itu.” Iblis menjawab: “Aku tidak akan mengembalikan pokok anggur itu sehingga kau mahu membahaginya denganku.”
Nabi Nuh As. berkata: “Baiklah, kamu nanti akan mendapat 1/3 bagian.” Mendengar keputusan Nabi Nuh tersebut, iblis pun menolak. Kemudian Nabi Nuh As. menaikkan tawaran menjadi 2/3, maka setujulah iblis.
Syaikh Kamaluddin ad-Damiri dalam kitabnya Hayat al-Hayawan mengatakan: “Ketika iblis pertama kali menanam pokok anggur, ia menyembelih burung merak dan menyiramkan darahnya pada pokok anggur itu hingga terseraplah darah itu ke dalamnya. Setelah daunnya tumbuh maka iblis menyembelih monyet dan menyiramkan darahnya ke pokok anggur itu. Dan ketika berbuah muda maka iblis menyembelih harimau dan menyiramkan darahnya ke pokok anggur itu. Ketika buahnya sudah besar maka iblis menyembelih pula babi dan menyiramkan darahnya ke pokok anggur itu. Maka dari itu siapapun yang meminum khamr maka tidak akan terlepas dari 4 sifat haiwan itu. Keadaan orang yang meminum anggur adalah, pertama minum ia akan bergerak-gerak tubuhnya seperti burung merak. Setelah minum maka ia akan berjalan terhoyong-hayang, menari-nari sendiri seperti monyet. Setelah parah maka ia akan menjerit-jerit seperti harimau. Dan ketika betul-betul sudah teruk maka ia akan merasa mengantuk dan ingin tidur seperti seekor babi. Dan 4 sifat inilah yang tidak pernah lepas dari orang yang minum minuman keras. Imam al-Kisai mengatakan bahawa yang pertama kali memeras anggur menjadi arak adalah iblis. Dan yang pertama kali membuat gendang, seruling dan alat-alat muzik lainnya juga iblis.
Lalu Nabi Nuh As. berkata kepada iblis: “Pulangkanlah kepadaku pokok anggur yang
telah kau curi itu.” Iblis menjawab: “Aku tidak akan mengembalikan pokok anggur itu sehingga kau mahu membahaginya denganku.”
Nabi Nuh As. berkata: “Baiklah, kamu nanti akan mendapat 1/3 bagian.” Mendengar keputusan Nabi Nuh tersebut, iblis pun menolak. Kemudian Nabi Nuh As. menaikkan tawaran menjadi 2/3, maka setujulah iblis.
Syaikh Kamaluddin ad-Damiri dalam kitabnya Hayat al-Hayawan mengatakan: “Ketika iblis pertama kali menanam pokok anggur, ia menyembelih burung merak dan menyiramkan darahnya pada pokok anggur itu hingga terseraplah darah itu ke dalamnya. Setelah daunnya tumbuh maka iblis menyembelih monyet dan menyiramkan darahnya ke pokok anggur itu. Dan ketika berbuah muda maka iblis menyembelih harimau dan menyiramkan darahnya ke pokok anggur itu. Ketika buahnya sudah besar maka iblis menyembelih pula babi dan menyiramkan darahnya ke pokok anggur itu. Maka dari itu siapapun yang meminum khamr maka tidak akan terlepas dari 4 sifat haiwan itu. Keadaan orang yang meminum anggur adalah, pertama minum ia akan bergerak-gerak tubuhnya seperti burung merak. Setelah minum maka ia akan berjalan terhoyong-hayang, menari-nari sendiri seperti monyet. Setelah parah maka ia akan menjerit-jerit seperti harimau. Dan ketika betul-betul sudah teruk maka ia akan merasa mengantuk dan ingin tidur seperti seekor babi. Dan 4 sifat inilah yang tidak pernah lepas dari orang yang minum minuman keras. Imam al-Kisai mengatakan bahawa yang pertama kali memeras anggur menjadi arak adalah iblis. Dan yang pertama kali membuat gendang, seruling dan alat-alat muzik lainnya juga iblis.
Ulasan
Catat Ulasan